Waktu menunjukkan pukul 13.00, Sabtu, 29 November 2014. Tim bersepeda yang tergabung dalam kelompok Samas Bali, memasuki Tugu Monas, Jakarta. Keringat mereka bercucuran. Delapan orang ini bersepeda dari Bali ke Jakarta, menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Pesan-pesan bertuliskan penolakan reklamasi Teluk Benoa, terbentang. Mereka mulai bersepeda Pulau Dewata pada 20 November 2014. Momen ini diperingati sebagai Hari Puputan Margarana, menurut histori masyarakat Bali untuk mengenang kisah-kisah heroisme pahlawan-pahlawan Bali yang gugur berjuang mempertahankan tanah leluhur.
Tim yang dipimpin Road Captain Dekotel Sugiartha ingin menyampaikan pesan-pesan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia. Edo Rakhman Manajer Kampanye Walhi Nasional yang menyambangi Samas kala sampai ke Jakarta, mengatakan, dengan bersepeda mereka bisa turut membantu kampanye-kampanye sosial. Termasuk menyelamatkan lingkungan hidup dari kerakusan pelaku bisnis dan oknum-oknum pemerintah yang memikirkan kepentingan sesaat. “Juga mengabaikan keberlanjutan lingkungan hidup yang menjadi hak generasi ke depan,” katanya.
Komunitas pencinta olahraga sepeda ini juga menyampaikan pesan-pesan penting, bagaimana mengajak semua orang menjaga lingkungan hidup, termasuk Teluk Benoa, Bali. Kini, Teluk Benoa, terancam reklamasi PT. Tirta Wahana Bali International (TWBI).
Di Solo, Minggu (20/11/14) aksi tolak reklamasi datang dari Ikatan Mahasiwa Geografi Indonesia (Imahagi) Regional III Jawa Tengah dan Yogyakarta. Aksi ini diadakan di Universitas Negeri Sebelasmaret (UNS) Solo.
Tommy Langgeng Abimanyu panitia kegiatan mengatakan, banyak dampak negatif reklamasi pesisir pantai. Di Semarang, Jateng, pernah ada reklamasi Pantai Marina.
Berdasarkan penelitian, Dr.Moh Gamal Rindarjono, reklamasi ini mengakibatkan banjir rob di Semarang dan abrasi di sepanjang pesisir Pantai Sayung, Demak.
“Jika Teluk Benoa terjadi perubahan bentang alam melalui reklamasi, banjir rob dan abrasi tidak terelakkan seperti di Semarang dan Demak. Ini merugikan pariwisata dan masyarakat Bali,” kata pengurus Imahagi ini.
Sebelum aksi, malam hari Imahagi sosialisasi tentang dampak buruk reklamasi Teluk Benoa. Penolakan itu juga dituliskan pada kain putih sepanjang tiga meter.
“Imahagi menolak reklamasi Teluk Benoa karena khawatir dampak negatif bagi lingkungan Bali.”
Rencana ini bertentangan dengan visi Presiden Jokowi yang berkomitmen melindungi laut, selat dan teluk. “Imahagi mendukung Presiden menghentikan rencana reklamasi Benoa dengan mencabut Perpres 51 tahun 2014.”
Nur Salam, Sekretaris Jenderal Imahagi mengatakan, tidak sepakat dengan reklamasi Benoa. Rencana ini dipaksakan demi kepentingan ekonomi.
Menanggapi dukungan meluas dari luar Bali, Suriadi Darmoko selaku Direktur Walhi Bali mengatakan, setiap orang sayang dan memperhatikan keberlangsungan pariwisata Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia.
“Saya melihat mereka tidak rela Bali dijarah dan dibangun dengan cara merusak untuk kepentingan segreintir orang. Orang Bali terancam di tanah sendiri.”
Reklamasi, katanya, berkedok revitalisasi ini jelas tidak perlu di Bali. Mayoritas anak-anak muda menolak. Aksi ini juga dukungan kepada pemerintahan baru agar menghentikan rencana ini.
“Saya berharap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak ragu menghentikan seluruh pembahasan Amdal reklamasi ini.”
Aksi ini juga bentuk dukungan kepada Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan seluruh perizinan berkaitan reklamasi Benoa. “Termasuk mencabut izin lokasi reklamasi yang pernah diberikan menteri periode lalu, Syarif Cicip Sutardjo.”
Dalam aksi ini dibentangkan poster betuliskan “Say No To Reklamasi Benoa.” “Bali Tolak Reklamasi Harga Mati.” “Tolak Perpres 51 tahun 2014, Save Teluk Benoa Bali.” “Rakyat Butuh Nasi, Bukan Reklamasi.”